Pemuda adalah pewaris masa depan
bangsa. Berdasarkan proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2013 ini jumlah
pemuda mencapai 62,6 juta orang. Itu artinya, rata-rata jumlah pemuda 25 persen
dari proporsi jumlah penduduk secara keseluruhan. Oleh karenanya, strategi
terhadap pembangunan pemuda memiliki arti penting. Jika menggunakan basis data
proyeksi jumlah pemuda versi BPS di atas, maka secara umum persebaran jumlah
pemuda di Pulau Jawa menempati posisi pertama dengan persentase 57,94 persen. Kemudian,
Pulau Sumatera dan sekitarnya memiliki persentase 21,71 persen, Pulau Sulawesi
dan sekitarnya (8,13 persen), Pulau Kalimantan (5,78 persen), Pulau Bali dan
Nusa Tenggara (5,2 persen) dan Papua (1,2 persen). Persebaran pemuda di setiap
wilayah itu harus menjadi landasan dalam menggulirkan kebijakan pemuda di
setiap wilayah.
Berdasarkan proyeksi BPS di atas,
pada rentang tahun 2010-2030 Indonesia juga diproyeksikan mendapat ‘bonus
demografi’ (demografic divident). Dalam istilah demografi disebut sebagai
‘jendela kesempatan’ (window of opportunity). Pada rentang tahun 2020-2030,
jumlah penduduk usia kerja (15-64 tahun) akan mencapai 70 persen. Sisanya 30
persen adalah penduduk tidak produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 65
tahun). Dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai 180 juta jiwa
dan penduduk tidak produktif hanya 60 juta jiwa.
Proyeksi di atas dapat diartikan
telah terjadi penurunan persentase penduduk sebagai beban pembangunan
(dependency ratio). Sementara di sisi lain, dengan jumlah penduduk usia kerja
yang besar diharapkan tidak menjadi beban pembangunan, justru seharusnya
menguntungkan pembangunan. Periode Bonus Demografi itu diharapkan membawa
dampak sosial dan ekonomi yang positif karena penduduk yang produktif akan menanggung
penduduk tidak produktif. Harapannya adalah jumlah penduduk produktif dapat
menjadi modal pembangunan ekonomi, termasuk pemuda di dalamnya.
Fakta tersebut menunjukan bahwa
usia remaja dan pemuda di Indonesia mempunyai jumlah yang sangat signifikan secara
kuantitatif, namun tidak secara kualitatif. Partisipasi mereka dalam berbagai
bidang masih belum maksimal. Permasalahan paling utama yang dihadapi oleh
mereka saat ini adalah posisi yang masih dalam usia produktif untuk belajar.
Disamping itu, ruang-ruang yang disediakan untuk pengembangan pengetahuan dan
keterampilan masih sangat kurang, sehingga kreatifitas, inovasi dan
progresifitas yang dimiliki tidak maksimal dan masih jauh dari yang diharapan.
Bahkan jika melihat permasalhan yang terjadi banyak posisi dan peran pemuda
masih jauh dari ideal, sehingga masih banyak kelompok pemuda yang mempunyai
risiko sosial tinggi, penggangguran usia produktif, kejahatan yang melibatkan
dan sebagainya
Situasi tersebut tentunya sangat
mengkhawatirkan bagi masa depan bangsa Indonesia. Sumber Daya Manusia usia
15-25 adalah generasi bangsa yang merupakan aset paling berharga bagi Indonesia
yang berkemajuan dan berperadaban. Padahal salah satu indikator dari suatu
negara sejahtera adalah ketika generasi muda secara komprehensif memperoleh hak
dan kewajibannya sesuai dengan posisi dan perannya. Hal ini menjadi tantangan
bagi Indonesia dalam merumuskan dan merencanakan program pembangunan ke depan.
Pembangunan pemuda Indonesia ke
depan perlu melibatkan semua pihak.
Sinergi antar pihak akan menjadikan pembangunan tersebut berdampak pada hasil
maksimal. Disamping itu, keterlibatan pemuda adalah kunci, karena sebagai stake
holder utama harus aktif dan menjadi bagian dari terciptanya sinergi antar
pihak tersebut. Dalam pembangunan tersebut pemuda bisa menjadi pelopor,
inisitator, kreator, katalisator, fasilitator dan peran lainnya sesuai dengan
kapasitas sumber daya pemuda itu sendiri. Partisipasi pemuda menjadi salah satu
kunci keberhasilan pembangunan di Indonesia.
Dikutip dari www.isyf.or.id